Dalam kisah Journey to The West dari negeri China, kita mengenal sosok Sun Go Kong. Ia adalah si raja monyet sakti yang turut menemani biksu Tong Sam Cong dalam perjalanan suci ke barat.
Lalu dalam epos Ramayana dari India, orang mengenal sosok Hanuman, kera sakti putra Dewi Anjani yang turut menentukan kemenangan Sri Rama saat mengalahkan Rahwana.
Selain Ramayana, masyarakat Jawa juga sangat menyukai Mahabarata, namun sulit menemukan hubungan antar dua epos tersebut. Tak kunjung menemu, akhirnya budayawan Jawa membangun sendiri benang merah antar keduanya dengan ilmu othak athik gathuk mathuk.
Setidaknya ada dua benang merah yang dibangun. Pertama melalui Kapi Jembawan dan Prabu Kresna. Kapi Jembawan adalah tokoh kurang penting dalam Ramayana namun mendapat kehormatan luar biasa dapat menikah dengan Dewi Trijata. Mereka memiliki putri yang cantik yang diberi nama Dewi Jembawati. Kelak, putri cantik ini menjadi salah satu istri Prabu Kresna dalam Mahabarata. Jangan mendebat soal logika waktu, itu urusan para dhalang.
Benang merah kedua, dibangun dari sosok Hanuman. Orang Jawa lebih suka menyebutnya sebagai Anoman. Ia yang sangat disayang Prabu Ramawijaya, ternyata mendapat anugerah umur panjang, meski bagi Anoman sering diterima sebagai kutukan. Demikian panjang umur Anoman sehingga saat Mahabarata ia menjadi seorang pertapa tua yang tinggal di padepokan Kendhalisada bergelar Resi Mayangkara. Seorang pertapa sakti yang selalu bersedia menjadi rujukan pendapat bagi kerajaan Amarta dan Dwarawati, serta kerajaan lain dalam aliansinya. Selain itu, sebagai murid dari Dewa Angin (Batara Bayu) maka Anoman adalah saudara tua dari Werkudara, tokoh kedua dalam Pandhawa. Tak mau kepalang tanggung, orang Jawa terus memanjangkan umur Anoman. Sebagian orang meyakini bahwa pada akhirnya Anoman meninggal di alun-alun Kediri, pada masa Prabu Jayabaya.
Selamat menyongsong tahun monyet api.