Saya sebenarnya juga tak yakin, apakah menuliskan sebuah pandangan tentang MLM akan memberikan manfaat atau tidak. Tapi yang jelas, setelah beberapa kali teman-teman saya mengajak diskusi tentang hal ini, ditambah satu dua orang yang begitu bersemangat mengenalkan bisnis ini dan selanjutnya berharap saya bersedia menjadi downline-nya, maka hal ini sungguh menggoda saya untuk menuliskan sedikit pendapat saya tentang MLM.
Pertama kali, saya perlu bercerita bahwa dunia marketing sebenarnya tidak terlalu asing bagi saya. Sekitar 15 tahun yang lalu (1990), saya pernah menjalani profesi sebagai seorang marketing kurang lebih selama satu tahun. Pengalaman menjalani profesi tersebut, lengkap dengan segala suka dukanya, telah memberikan pandangan khusus dalam diri saya terhadap MLM.
Dalam tiap MLM selalu ada posisi, yang biasanya dengan sebutan-sebutan yang menarik, yang menggambarkan kedudukan orang tersebut dalam mata rantai MLM. Kedudukan ini juga bermakna banyak, tapi yang paling bisa dipastikan adalah menunjukkan tinggi rendahnya penghasilan yang diterima. Tentang penghasilan ini, saya tak hendak membahasnya, tapi yang ingin saya sampaikan adalah bahwa dengan jujur saya menghargai orang-orang yang mencapai posisi tinggi dalam MLM. Bukan pada besarnya penghasilan yang diterima, tetapi suatu penghargaan akan kerja keras yang dibarengi strategi yang baik, dan tentu saja sebuah perjuangan yang tak kenal lelah. Dalam bisnis MLM, setiap orang harus melalui tahapan yang sama dalam mata rantai yang diterapkan. Ketika anda pertama kali bergabung dengan suatu bisnis MLM, anda akan segera diperkenalkan siapa-siapa saja bintang-bintang cemerlang dengan penghasilan wah yang duduk jauh di atas anda. Yakinkan saja, bahwa mereka-mereka itu juga melalui tahapan seperti yang sedang anda mulai.
Penghargaan saya pada mereka yang sukses dalam MLM, adalah sikap tulus saya terhadap hakikat suatu perjuangan. Sikap ini belum dapat dijadikan kesimpulan bahwa saya mendukung MLM. Ada hal-hal tertentu -setidaknya ada dua hal utama- yang membuat saya akhirnya secara bulat mengambil sikap untuk tidak mendukung MLM.
Pertama, bisnis MLM ini ternyata telah berhasil menembus segala lapisan dan menarik keterlibatan beberapa profesi penting dalam masyarakat antara lain: dokter, guru, dosen, PNS dan berbagai profesi lain. Ambil contoh dokter, cukup banyak profesi ini yang ikut melibatkan diri terutama pada MLM yang berbisnis makanan kesehatan dan obat-obatan. Entah mana yang lebih diuntungkan, ke-dokter-annya atau MLM-nya, tetapi nampak dalam kondisi ini ada simbiosis mutualisme yang menarik. Ketika konsumen ditawarkan satu produk makanan kesehatan, biasanya akan lebih yakin ketika yang menawari adalah seorang dokter dibanding marketing biasa. Dan profesi dokterpun, mungkin, akan lebih terbantu ketika di lemari prakteknya juga menyimpan produk-produk kesehatan dari MLM.
Hanya saja, saya melihat ada yang dikorbankan. Dari pergaulan saya dengan teman-teman yang serius menggeluti bisnis ini, nampak sekali saya lihat bahwa motivasi utama dalam MLM adalah benar-benar penghasilan, yang kalau bisa adalah tiada batas, bisa diwariskan, dan tetap mengalir ketika kita tidak melakukan apa-apa karena downline yang kita bina telah mampu memberikan penghasilan cukup pada kita.
Seorang dokter memiliki fungsi sosial, melayani masyarakat umum dengan keahlian yang dimiliki. Ketika waktu untuk pelayanan sosial ini mulai tersita dengan kegiatan pemasaran, maka secara kolektif ini adalah sebuah kehilangan yang besar. Demikian juga dengan profesi lain yang terkait dengan sosial, seperti pendidik, pegawai pemerintah dan lainnya. Secara perlahan, rasa tanggung jawab sosial mereka akan terkikis karena cita-cita bisnis telah menguasai mereka. Kedengarannya idealis, tetapi demikianlah pendapat saya.
Alasan kedua saya untuk tidak mendukung MLM adalah, bisnis model hirarki dalam MLM selalu akan ada yang menjadi korbannya. Siapa? Korbannya adalah orang-orang yang paling akhir ikut dalam bisnis ini. Agak mirip dengan arisan berantai, suatu model pengumpulan uang dengan memberikannya pada orang di urutan pertama, lalu di urutan kedua dan seterusnya. Maka yang terakhir ikut akan gigit jari, karena tidak ada lagi yang mengumpul uang untuk mereka. Umumnya sistem marketing dalam MLM adalah sistem piramida, dengan persyaratan sejumlah minimal anak pada tiap cabangnya. Korbannya? Siapapun yang ada di dasar piramida! Lho? Iya, sebab tidak ada lagi downline yang ikut membantu penghasilan anda. []