Bagian 18: Melepas Lelah di Surabaya

Eksotis-181Masa liburan kami tinggal kurang lebih sepertiga lagi. Kami harus mengirim si Nonik, anak kami yang sulung untuk kembali ke Samarinda lebih dulu. Ia baru saja masuk SMP, yang telah ia perjuangkan dengan berbagai ujian untuk lolos. Sata ini ia ijin dari sekolah, tapi tentu tak bisa lama-lama. Beruntunglah, seorang tetangga di Samarinda adalah orang Surabayam yang kembali lebih cepat dari kami. Maka si Nonik pun kami titipkan ke mereka. Sehari sebelum keberangkatan, saya mengajak keluarga untuk menyusuri jalan terdekat dan paling efektif ke bandara. Kini, ada jalur baru lewat utara, yang tidak harus menghadapi bottleneck di wilayah Wonokromo. Ada jalan baru, Jl, Ir. H. Soekarno, yang terbentang panjang mulai daerah Kenjeran hingga daerah Rungkut. Sayangnya, jalan baru ini kurang jelas pada ujungnya, tidak langsung menyambung ke tol bandara. Harus melalui perumahan Rungkut, daerah Pondok Candra, baru masuk tol bandara. Untunglah, tahun 1989-1990 saya pernah tinggal di perumahan Rungkut Menanggal Harapan, jadi saya tidak terlalu asing melintasi daerah Rungkut.

Hari itu, Selasa, 28 Agustus 2012, Si Nonik Tasha kami antar ke bandara pagi-pagi sekali. Akhirnya kami melepas Nonik setelah bertemu keluarga yang akan kami titipi dalam perjalanan ke Samarinda.

 Eksotis-184

Eksotis-183

 

Untuk beberapa hari, kami memutuskan untuk melepas lelah dulu di Surabaya. Tak banyak yang bisa kami lakukan. Mengunjungi mall-mall besar, ke pantai Kenjeran, serta mencicipi beberapa kuliner khas Surabaya. Istri saya penggemar kupang sejati. Saya kurang menyukai. Tapi kami sama-sama penggemar soto ambengan. Sayangnya kami tak sempat mencoba soto Pak Sadi yang terkenal itu. Kami memiliki langganan sendiri, soto Haji Bakhir. Ada di dua tempat, di pojok jalan arah Kenjeran, serta satu lagi di Pasar Kapas Krampung. Ternyata, tak jauh dari Kapas Krampung saya juga menjumpai satu rumah makan yang khusus menghidangkan masakan belut. []