Bagian 17: Hotel “Hantu” dan Perjalanan Yang Aneh

Minggu, 26 Agustus 2012. Habis maghrib, kami mulai meninggalkan kota Malang menuju Surabaya. Sebenarnya saya sudah sangat lelah hari ini, setelah hampir seharian penuh berkeliling di Jatim Park. Waktu kami sebenarnya lebih banyak dihabiskan di Water Park. Dan seperti halnya ketika di tempat lain, selalu perlu perjuangan untuk membujuk anak-anak berhenti bermain di kolam renang.

Awalnya jalan relatif lancar, sampai akhirnya kami mulai menyadari ada yang agak aneh. Tiba-tiba saja, ketika baru beberapa kilometer keluar Malang, jalanan menjadi padat. Dan makin padat hingga pergerakan kendaraan seperti merayap. Akhirnya kami menyadari, bahwa ini adalah hari terakhir dari liburan panjang lebaran 2012. Dan besok adalah hari Senin, orang-orang tentu akan memulai aktivitasnya di tempat kerja masing-masing. Orang-orang yang bekerja di Surabaya tapi tinggal di Malang, kemungkinan besar akan memilih malam ini untuk kembali ke Surabaya. Ditambah pula dengan orang-orang Surabaya yang sedang berlibur di Malang.

Sampai sekian jauh kemacetan tak kunjung berkurang. Kondisi ini sepertinya kurang baik bagi saya. Saya mengantuk sekali, semakin pelan perjalanan kantuk saya makin kuat. Maka saya bersepakat dengan istri untuk mencari penginapan saja di perjalanan, baru besok pagi melanjutkan perjalanan ke Surabaya.

Memasuki daerah Lawang, kami terus melihat ke sebelah kiri mencari hotel dan penginapan. Hingga suatu saat kami melihat sebuah papan nama hotel yang terlihat agak tersembunyi. Tanpa berpikir panjang, saya pun membelokkan kendaraan ke sana. Saat parkir di halaman, suasananya mulai terasa aneh. Terlalu sepi untuk sebuah penginapan, padahal jalan raya sedang penuh sesak. Saya pun turun dari mobil, mesin tidak saya matikan dan istri dan anak-anak tetap di dalam. Dari salah satu sudut halaman, ada bayangan mendekati. Jelas ia manusia, seorang pria yang menggunakan topi. Dengan memakai jaket warna gelap, penampilannya memang agak menyeramkan. Setelah dekat, saya bertanya memastikan apakah ini benar sebuah penginapan. Pria itu mengiyakan. Setelah memastikan bahwa ini benar penginapan, saya memintanya untuk mengantar ke resepsionis. Kami pun menuju ke salah satu bangunan, agak jauh dari lokasi parkir.

Sampai di salah satu ruang, yang ternyata adalah ruang resepsionis, saya tak melihat ada petugas duduk di situ. Pria itu menyilakan saya untuk duduk di depan meja resepsionis. Mungkin ia sedang memanggil resepsionis yang sedang di ruang lain, saya berharap akan muncul seorang petugas perempuan yang lembut dan ramah. Pria ini ternyata menuju ke belakang meja resepsionis, melepas topi, lalu duduk di kursi resepsionis. Tepat di hadapan saya. Rupanya ia merangkap pula sebagai resepsionis!

Walau masih terkejut, saya bersikap seolah biasa. Saya menanyakan kamar yang kosong serta hal-hal terkait layanan kamar. Orang ini sebenarnya ramah juga. Setelah mendapatkan informasi secukupnya, saya mengatakan akan mengajak istri dulu untuk melihat situasi kamar. Saya kembali ke mobil, dan ia menyiapkan kunci kamar-kamar yang masih kosong. Sampai di mobil, nampak istri dan anak-anak sedang tegang menunggu. Suasana halaman penginapan memang agak menyeramkan. Saya mengajak istri untuk melihat kamar, dan meyakinkan anak-anak bahwa mereka aman di mobil.

Bersama petugas itu kami melihat kamar yang ada. Kelihatannya ini bangunan tua. Model kamar dan pintunya mengingatkan saya pada bangunan jaman Belanda. Dengan penerangan yang agak buram, tempat ini memang agak misterius. Setelah melihat isi kamar dan letak kamar mandi, kami nampaknya agak ragu untuk menginap di sini. Lalu saya katakan ke pria itu, tentu dengan sesopan mungkin, bahwa kami tidak jadi menginap. Saya katakan bahwa kami berlima perlu ruang lebih besar dan anak-anak memang tak ingin tidur terpisah. Di luar dugaan, petugas ini sama sekali tak tersinggung. Ia dengan ramah malah memberikan alternatif beberapa hotel dan penginapan lain di kota Lawang. Ia pun dengan berbisik ke saya menjelaskan hotel mana yang kurang cocok untuk keluarga, karena masuk kategori remang-remang. Setelah mengucapkan terima kasih, kami kembali ke tempat parkir dengan melewati beberapa lorong. Sampai di mobil, ada pemandangan yang tak biasa terlihat. Tiga anak saya sedang berpelukan. Mereka rupanya ketakutan, dan sangat khawatir papa dan mamanya tak kembali karena ditelan oleh rumah hantu.

Saat kami keluar dari jalan masuk hotel, ternyata jalan sudah tidak sepadat sebelumnya. Rupanya hotel ‘hantu’ tadi telah menolong kami dua hal. Pertama, memberi waktu hingga kamacetan mulai terurai, dan yang kedua rasa kantuk kami seketika hilang. Maka akhirnya kami memutuskan untuk langsung meluncur ke Surabaya, tanpa mencari penginapan lain.

Suasana sudah semakin malam. Saya, pada dasarnya juga tidak mengenal dengan baik jalur Surabaya-Malang. Saat masih kuliah lebih 20 tahun yang lalu, hanya beberapa kali saya melewati jalur ini. Di suatu tempat, ketika sudah mulai jarang kendaraan, saya mengikuti petunjuk jalan, mengambil arah ke kanan. Jalanan mulai lengang sehingga kendaraan bisa saya pacu lebih cepat. Tapi makin jauh, ada yang makin aneh. Walau ini sudah malam, tapi mestinya jalanan tidak sesepi ini mengingat padatnya pemudik dari Malang ke Surabaya. Ketika jalan benar-benar menjadi semakin sepi, saya mulai gelisah dan akhirnya menepikan kendaraan saat saya lihat ada seseorang berdiri di sebuah warung yang agak remang. Saya tanyakan apakah ini benar jalur ke Surabaya. Ia menjawab benar ini jalan ke Surabaya, tapi sudah lama tidak digunakan. Lho? Mengapa, lanjut saya penasaran. Ternyata sebagian badan jalan ini, pada bagian yang dekat arah Surabaya, sudah terendam lumpur Lapindo. Sampai di daerah ini jalan tidak ditutup karena masih digunakan. Tanda tutup akan ada nanti menjelang badan jalan yang terendam. Akhirnya saya memutar arah dan kembali menyusuri jalur sebelumnya.

Kami sampai di Surabaya, ketika malam sudah semakin larut. Saya benar-benar sudah lelah luar dalam. Anak-anak sudah sejak lama tertidur. Istri saya sudah mengantuk berat tetapi selalu saya ganggu, agar saya punya guide arah di Surabaya. Kami akhirnya memutuskan untuk menginap di salah satu hotel, dan esok paginya baru kembali ke tempat neneknya anak-anak. []