Kisah ini entah mungkin sudah puluhan kali saya baca dalam beberapa versi. Mungkin klise, tapi tiba-tiba saya ingin menuliskannya begitu saja. Mungkin anda juga sering membacanya.

Alkisah ada seorang pertapa tua dan muridnya yang masih muda berdiri hendak menyeberang sungai. Tiba-tiba datang seorang perempuan muda cantik dan bertubuh molek juga ingin menyeberang. Karena tak ada perahu, pertapa tua menawarkan diri untuk menggendong perempuan muda itu. Dan demikianlah, pertapa itu menyeberangi sungai sambil menggendong tubuh seorang perempuan muda. Diikuti oleh muridnya yang berjalan dengan hati gelisah. Setelah menurunkan perempuan itu, sang pertapa melanjutkan perjalanan. Mereka terus berjalan mendaki gunung, melintasi jurang, dan menembus belukar. Hingga suatu saat si pertapa melihat hal yang aneh di wajah muridnya. Apa yang mengganggu benakmu, anakku? Sang murid lalu memberanikan diri bertanya mengapa gurunya menggendong perempuan itu. Padahal seorang pertapa diajarkan untuk menjauhi perempuan, apalagi bersentuhan dengan tubuh perempuan. Sang pertapa tersenyum. Ah, anak muda. Aku menggendong perempuan itu sebentar saja. Tapi kau terus menggendongnya berhari-hari, dalam pikiranmu.

Sebenarnya saya tidak sedang berkisah tentang pertapa dan tubuh perempuan. Saya hanya ingin bercerita tentang betapa banyak sahabat yang tanpa sadar membiarkan pikirannya menggendong masa lalu. Seperti halnya ada yang meyakini dalam pikiran bahwa Pilpres 2014 itu baru berlangsung minggu kemarin. Sehingga segala hal yang terjadi di negeri ini, masih terus lestari disangkutpautkan dengan situasi Pilpres. Tapi, semoga saja saya keliru.