Sudah tiga malam ia di situ, di teras rumah. Beberapa kali pindah posisi, tapi tak jauh dari lingkungan teras. Posturnya lebih besar dari umumnya. Parasnya gelap, dan ia sangat coklat. Ia, kupu-kupu itu, bentang sayapnya hampir selebar kelelawar buah.

Malam pertama, saya mengira ia hanya mampir lewat. Seperti umumnya serangga terbang, selalu tertarik dengan kerlip lampu. Mungkin ia menyukai lampu teras rumah, dan ingin bermain sebentar. Tapi paginya ternyata ia masih di situ. Saya menduga ia hanya kelelahan, dan segera pergi saat ia merasa segar. Siang itu saya tak terlalu memperhatikan, apakah ia sudah pergi atau istirah di satu tempat. Tapi malamnya ia ada, di teras. Jelas ia datang saat malam, sebab jika sejak sore maka saya pasti melihatnya karena ia ada di depan pintu, tempat orang biasa lewat.

Pagi ini, hari yang ketiga, ia masih ada di teras. Sebelah sayapnya terkulai. Saya mengangkatnya dan menaruhnya hati-hati di dahan cemara kecil depan rumah. Dua anak saya menatap dari jendela rumah, lalu pelahan mendekat dengan takut-takut. Mereka tidak takut dengan kupu-kupu itu, mereka merasa aneh dengan cara saya memandang kupu-kupu itu.

Kupu-kupu coklat. Ia hanya serangga malang. Namun di suatu tempat, ada orang-orang berilmu yang kepadanya orang percaya sebagai perantara pertolongan Tuhan atas masalah hidupnya. Lalu biasanya orang berilmu itu akan mengirimkan utusan ke tiap-tiap rumah orang yang memerlukan perlindungan. Utusan itu konon berbentuk kupu-kupu coklat kecil yang terbang berkeliling di semua sudut rumah. Kupu-kupu ini hanya di teras. Ia tak berkeliling rumah, setidaknya saya tak melihatnya terbang berkeliling. Dan ia besar. Kini dengan sebelah sayap yang terkulai.

Minggu ini, adakah kejadian yang tak biasa? Istri dan anak terkecil sedang di Surabaya, menghadiri acara pernikahan adik. Saya mengambil cuti, dan meresapi kenikmatan mengurus segala keperluan dua anak saya di rumah. Seorang nenek kerabat jauh istri meninggal dunia, saat saya berangkat ke camp di hutan. Malam ini saya akan ikut tahlilan tujuh harinya. Anak seorang musisi yang baru berusia 13 tahun, mengalami kecelakaan dan menewaskan 6 orang korban. Sebagai penyuka karya musisi itu, saya menyesali keteledoran orang tua yang mengijinkan bocah menyetir di jalan umum, tapi saya juga berdoa agar segala sesuatu urusannya, hukum dan urusan dengan keluarga korban, dapat berjalan dengan sebaik yang dapat dilakukan. Dan, oh ya, hari ini saya harus ke TPS, ikut memilih pemimpin daerah ini lima tahun ke depan.

Dan kupu-kupu coklat itu, apakah esok dia masih ada di teras atau di dahan cemara? Entahlah! []