Menjelang perang Baratayuda, ketika semua pihak sudah mulai mengangkat senjata, Kresna mendatangi Astina. Ia ingin mencoba menyebarkan kedamaian dan menyadarkan Kurawa agar menyerahkan tahta dan wilayah sesuai yang telah menjadi kesepakatan 13 tahun sebelumnya dengan Pandawa. Langkah Kresna dianggap kontroversi. Tak sedikit pihak yang mengecamnya, terutama anak-anak muda Pandawa yang tidak memahami Kresna, mengira Kresna hendak bersahabat dan berpihak kepada Kurawa.
Pada akhirnya, upaya Kresna gagal. Meski sebagian tokoh tua di Kurawa seperti Resi Bisma dan Arya Widura menyambut baik, tapi Duryudana dan seluruh adik-adiknya menolak upaya damai. Perang Baratayuda pun berlangsung sengit di padang Kurusetra, selama 18 hari tanpa henti. Korban berjatuhan di kedua belah pihak. Pandawa memenangkan perang, tapi juga kehilangan banyak ksatria. Perang juga melahirkan dendam. Seusai perang, dalam gelapnya malam, Aswatama dengan ditemani Kartamarma, mengendap di perkemahan Pandawa dan membunuh banyak orang dengan sadis: Srikandi, Sumbadra, Banowati, Drestadyumna, dan Pancawala.
Kresna memang gagal dalam diplomasi, tapi setidaknya ia telah melakukan apa yang seharusnya dilakukan oleh seorang ksatria. Mengedepankan upaya diplomasi selain mengandalkan kekerasan. Ketika gagal, ia tidak lari dari palagan. Ia mengawal penuh perang Baratayuda di pihak Pandawa dan memastikan perang berjalan sesuai aturan yang disepakati. Tentu, ia jauh lebih baik dari orang-orang yang hanya mengecam tanpa melakukan upaya apapun dalam hidupnya.