Beberapa tahun lalu ada seorang anak muda bernama RA. Ia terlahir tuna netra. Namun memiliki tekad dan ketekunan luar biasa, sehingga ia mampu menggunakan laptop melebihi orang biasa. Tentu, laptop itu telah dilengkapi kemampuan voice khusus sehingga ia tahu setiap menu yang ia jalankan. RA memang luar biasa. Saya terpukau menyaksikan cara ia menggunakan komputer. Dalam sebuah wawancara ia mengatakan bahwa ia juga bekerja untuk sebuah perusahaan di Jepang sebagai audio composser untuk produk-produk permainan komputer. Sangat membanggakan.
Lalu tibalah petaka itu. Ada pihak yang sanggup membuktikan bahwa ia berbohong. Dan pihak ini tak main-main, telah lengkap dengan semua pembuktian. Akhirnya RA mengaku dan menandatangani pernyataan bahwa ia memang telah berbohong. Sebagai penyandang tuna netra, kemampuannya sungguh luar biasa tapi berbohong adalah hal lain lagi. Itu tindakan yang tak patut.
Saat ini sedang hangat dibicarakan tentang seorang anak muda di Bali yang sanggup menciptakan robot yang mampu menggerakkan tangannya yang lumpuh. Dan hebatnya, ia membuat robot tersebut dengan menggunakan komponan dari spare parts bekas. Menyaksikan bagaimana ia merancang dan membuat robot tangan dengan begitu ergonomis, saya sungguh takjub dan dan ini sangat layak dihargai. Tapi tunggu dulu. Ia juga memasang sensor di sekeliling kepala, mungkin untuk sensor syaraf untuk mendeteksi perintah dari otak ke lengan kirinya. Neuro sensor? Pada bagian ini saya terperangah. Dalam film Robocop yang terkenal itu, sang sutradara pun nampak sangat berhati-hati pada bagian “menyambungkan” perintah dari otak ke badan robot. Berusaha sehalus mungkin agar nampak masuk akal. Saya belum tahu ending dari lengan robot anak muda ini. Semoga berakhir baik, tidak menjadi aib dan bahan tertawaan. Kadang ketika kita sangat berusaha untuk berkarya dalam hidup, mirip mengendarai mobil di tempat sepi. Ketika terasa segalanya sangat nyaman, satu-satunya yang sering kita lupakan adalah kapan saat kita harus menginjak rem agar tidak kebablasan.