Hampir semua orang dewasa memahami dampak negatif dari media sosial, jika tidak bijak dalam menggunakan. Pornografi, kekerasan, fitnah, dan banyak hal lagi sangat mudah tersaji tanpa filter. Namun sedikit yang menyadari bahaya yang satu ini: kelunturan orisinalitas. Bagi saya ini juga sangatlah mengerikan karena secara lembut menyerang ke jiwa manusia. Seperti makanan bergizi buruk yang dikonsumsi pelan-pelan hingga menjadi makanan pokok dan terus menggerogoti tubuh tanpa disadari. Mari lihat media sosial di internet, atau berbagai messenger group yang kita ikuti di gadget. Tapi barangkali perlu dibaca dengan hati yang jernih. Betapa saat ini kita sangat gemar untuk berkirim dan terus berkirim berbagai gambar, kata-kata indah, atau apapun. Tak penting lagi untuk sekedar menyebutkan darimana sumbernya. Padahal satu-satunya peran kita adalah sekedar mengirimkan. Beberapa orang bahkan tak sadar memberi kesan bahwa dirinya lah yang telah menulis atau menggambar. Selama itu bisa membuat orang lain dalam komunitas menjadi senang dan bahagia, apa masalahnya? Benar. Itulah intinya. Masalahnya adalah ketika kita tidak merasa bermasalah dengan hal itu. Lalu pelan-pelan semua akan menjadi luntur. Etika menggunakan properti orang lain, etika menghargai karya orang lain, dan ujungnya adalah kita mulai kehilangan orisinalitas diri sendiri. Bahkan untuk sebuah ucapan duka cita saja, kita sudah mulai enggan untuk menuliskan apa yang muncul dalam kalbu kita. Bukankah dengan copy-paste dari sana sini sebentar juga beres? Lalu bahkan karena semuanya berjalan begitu otomatis, sebagian orang mulai merasa enggan untuk memeriksa ulang sehingga yang muncul adalah sebuah kalimat yang janggal karena belum diedit.
Ah, barangkali saya terlalu berlebihan.