Tahun 2006, sepuluh tahun lalu, kami mulai mencari sekolah untuk putri sulung kami. Kriteria utama adalah yang terdekat dengan tempat tinggal, agar mudah dalam pengantaran. Di dekat perumahan, di jalan Wahab Syahrani ada SDN 017. Bukan pilihan yang menarik secara fisik. Sekolahnya kotor dan dekil, halaman sekolah sering kebanjiran, dan sebagian bangunan terbuat dari kayu. Ada beberapa pilihan sekolah yang lebih menarik sebenarnya, tapi berjarak lebih jauh dan akan berdampak ke banyak hal. Selanjutnya mengalir begitu saja. Anak kedua dan ketiga juga bersekolah di situ. Si sulung kini telah kelas 2 SMA, adiknya kelas 2 SMP, dan yang ketiga kelas 4 di SD itu.

Beberapa waktu lalu, saat pulang sekolah si Bayu pamer. 
Pa, sekolah Nanu juara nasional. Hah, juara apaan nak? Juara sekolah sehat, katanya dengan bangga.

Penasaran, saya cari beritanya. Ternyata benar. Sekolah yang dulu dekil dan kotor itu, menjadi juara tiga nasional sekolah sehat mengalahkan banyak kandidat lain dari seluruh Indonesia. Dulu jika mengambil raport anak, harus waspada melangkah agar tak terperosok kubangan di halaman sekolah, dan saya tak pernah mau menggunakan toiletnya. Kini, sekolah itu telah bertransformasi. Bangunan rapi, halaman asri, toilet bersih, dan kantin yang sehat. Semua makanan dan jajanan yang tersedia dijamin aman, karena dikelola dan dimasak sendiri oleh pihak sekolah. Seperti kisah-kisah di film, sekolah ini telah membuktikan bahwa “from zero to hero” itu memang bukan hal mustahil.