Kutemani istri dan anak-anakku di pusat perbelanjaan. Di tempat sayuran segar, kutemukan kemasan cantik buah asam. Mungkin aku ceroboh, ketika kupegang ada buah asam yang terlempar keluar dari kemasan. Saat terjatuh di lantai, kulitnya terkelupas hingga bijinya menggelinding lalu masuk pada rekahan keramik di tengah ruangan. Entah, mengapa bisa ada rekahan di pusat perbelanjaan semegah ini? Aku dan anak bungsuku mengejar. Tak kuduga, dari biji itu tersembul daun kecil yang terus membesar hingga aku kaget terlompat. Pohon asam kecil itu terus meninggi hingga menyentuh langit-langit pusat perbelanjaan, cabangnya melebar, berbunga, lalu muncullah buah-buah asam bergelantungan. Beberapa malah mulai masak menua terlihat dari ukuran dan warna kulitnya. Tanganku bergerak begitu saja, mengambil kemasan makanan kegemaran anakku, lalu kulemparkan ke atas tepat di buah asam yang masak hingga berjatuhan. Melihat aku berloncatan menangkapi buah asam yang berjatuhan, istri dan keempat anakku tak mau kalah. Mereka melemparkan apa saja yang ada di kereta belanja ke buah asam. Orang-orang terheran melihat pohon asam yang tumbuh dan kami yang riang berebut buah asam yang jatuh. Mereka pikir mungkin kami tak waras telah dirasuki hantu pohon asam yang tiba-tiba tumbuh itu. Tapi itu tak lama. Satu per satu mereka meletakkan kereta dan keranjang belanjaan, lalu bergabung melempari dan berebut buah asam masak yang berjatuhan. Begitu heboh kami berebut sambil tertawa bersama, hingga tak sadar bahwa dari sela-sela keramik telah tumbuh rumput tebal. Sedemikian tebal sehingga kami tak lagi mampu merasakan keramiknya. Maka kamipun semakin heboh. Sambil berlomba menangkap buah asam sebanyak mungkin, kami juga bergulingan di rumput tebal yang menutup seluruh lantai pusat perbelanjaan itu. Dari salah satu lorong, kulihat manajer pusat perbelanjaan itu berlari tergopoh diiringi tiga satpam di belakangnya. Mungkin ada petugas yang melaporkan. Ia nampak marah sekali melihat kami berebut buah asam sambil bergulingan riang di rumput tebal. Tiba-tiba ia melepaskan sepatunya. Kukira ia akan memukuli kami dengan sepatunya, tapi rupanya sepatu itu ia lemparkan ke buah asam, bahkan radio komunikasinya juga ia lemparkan ke atas. Tiga satpam itupun tak mampu menahan diri lagi. Mereka segera melemparkan apapun yang ada di dekat mereka ke buah asam yang bergelantungan. Sore itu, kami semua tanpa kecuali, bergembira berloncatan dan bergulingan di bawah pohon asam.