Lelah, lalu insomnia. Berangkat dari rumah subuh, untuk sebuah meeting di camp. Ada beberapa alternatif jalur, masing-masing dengan konsekuensi berbeda. Kami sepakat memilih jalan yang paling tak mengguncang badan, dengan resiko jarak tempuh lebih panjang. Tak tanggung, jalur ini memaksa dua kali harus menyeberangi sungai Mahakam menggunakan feri tradisional. Jalur yang agak aneh. Kami ada di sisi kanan Mahakam, menyeberang ke kiri, menyusur jalan cor beton di Kutai Kertanegara sekian kilometer, lalu kembali menyeberang ke sisi kanan. Seperti biasa perjalanan pagi selalu penuh obrolan ringan. Beberapa kali perjalanan sebelumnya, obrolan selalu tentang akik. Pagi tadi saya juga memulai dengan topik yang sama. Gempita gairah akik mulai redup. Saya penasaran, bagaimana dengan para sahabat yang telah mengoleksi dalam jumlah tak sedikit? Rupanya kreativitas untuk menikmati akik tak berhenti. Dulu mereka memajang akik di lemari kaca, atau menyimpannya di kotak khusus, untuk sewaktu-waktu dipamerkan ke sahabat. Kini akik-akik mendapat tempat pajangan baru yang lebih basah. Di dasar akuarium. Akik-akik beraneka warna, disorot lampu akuarium, memberikan gemerlap cahaya yang menarik perhatian ikan dan menghibur pemiliknya. Tak penting bahwa nilai akik itu telah jatuh, terjun seperti meteor. Yang dulu jutaan kini ratusan ribu. Yang dulu ratusan ribu kini gratis.

Lalu di ruang meeting. Sepanjang hari tak ada topik yang mengalahkan kerinduan kami kepada hujan. Seluruh wilayah penuh asap. Berita tentang kebakaran juga sepanas apinya. Maka kami benar-benar merindukan hujan. Dan kerinduan itu telah mengental di alam pikiran semua orang. Maka, kamipun sering tertipu. Kami meyakini mendengar gludug, pertanda akan hujan. Rupanya ada kendaraan berat yang sedang melintas tak jauh dari ruang meeting. Deru mesinnya mirip gludug. 
Berikutnya kami mendengar hujan deras, begitu jelas saat percik air dengan kerasnya menerpa atap bangunan. Rupanya ada seseorang sedang menyeret sesuatu berpadu dengan suara keras air keran di bak mandi saat pintu toilet sedikit terbuka. Rupanya hujan belum hendak hadir, setidaknya hingga malam ini. Dan kami tetap menumpuk kerinduan itu. Kerinduan pada hujan.