Prinsipnya, Jangan Berhenti Karena “Tua”
Sudah lama saya tidak merasakan kegembiraan seperti ini. Siang tadi saya makan siang bersama seseorang, yang baru saya kenal paginya di suatu acara. Usianya lebih muda 20 tahun di bawah saya. Dengan penuh semangat, ia bercerita tentang rasa cintanya yang luar biasa kepada Kotlin. Baginya, development tools untuk Android dari Jetbrains ini adalah kekasih keduanya setelah sang istri. Ia juga dengan penuh gairah bercerita tentang risetnya di bidang machine learning dan NLP. Bagaimana perjuangannya untuk crawling bermalam-malam demi menggenapi 75.000 data review android apps, sebuah jumlah yang menurutnya cukup layak untuk bahan risetnya. Kepadanya saya juga bercerita tentang apa yang saya lakukan, dulu dan sekarang. Dan tiba-tiba saja kami merasa cocok.
Orang muda berkaca mata tebal ini, yang saat ini menjadi salah satu sosok di balik pengembangan aplikasi GoJek, dan sebelumnya tergabung di Tokopedia, telah membawa saya ke dua tempat. Pertama ia telah memaksa saya untuk mengingat masa 20 tahun lalu, ketika saya seumuran dengannya dengan gairah coding yang juga menggelora. Kedua, ia mengajak saya melompat beberapa tahun ke depan, ketika hal-hal semacam machine learning ini seharusnya telah menjadi mainan ringan bagi setiap developer.
Ketika menuruni tangga gedung itu, setelah sebelumnya saling bertukar kontak, saya berusaha meyakinkan diri saya bahwa usia hanyalah sekedar angka. Seperti sebuah kalimat bijak: we don’t stop dancing because we grow old, we grow old because we stop dancing.