Karya: Y. Wibisono
Lalu kau sentuh kaki perempuan
itu, kau letakkan kepalamu di
pangkuannya. Kau rasakan,
betapa pipimu dipenuhi kehangatan
kasih yang selalu kau damba
sejak belia. Dengan pelan,
kau ucap: “Ibu, sudah
bolehkah aku menikah?”
Perempuan itu tersenyum. Ia
menyentuh rambutmu, lalu
menelusuri dari pangkal
sampai ujung. Berkali-kali.
Ah, kau ingin itu abadi.
Jemari ibu yang menyematkan
sejuta cinta.
Pernikahan itu, anakku:
Adalah ketika matahari dan
rembulan saling bertukar senyum.
Adalah ketika cinta tak lagi
cukup diucapkan.
Adalah ketika awan tak lagi bosan
menjelma hujan, menyiram padang
belukar dan karenanya bunga-bunga
dapat bermekaran sepanjang musim.
Adalah ketika kaupun siap menjadi
diriku.
Perempuan itu mengangkatmu berdiri,
mencium keningmu dan memelukmu
dengan dekapan terhangat, seperti
yang biasa ia lakukan padamu
beribu kali.
Samarinda, 29 Agustus 2006
Untuk Poppy Palupi Prabandari, sebuah
kado yang telat disampaikan.