Karya: Y. Wibisono

mimpiku di bumi etam adalah pertiwi yang bernanah
darah menetes dari gaunnya yang terkoyak
tercabik-cabik ranting kering yang menyisakan luka hitam
dan airmata tak bersisa

mimpiku di bumi etam adalah bukit-bukit yang terpanah rebah
rimba perawan yang terjamah kasar, terlentang hingga berbilur-bilur
kulit gunung dikelupas bagai koki menggarap sapi
dan kaki kita mengangkang di atasnya
berkacak pinggang mengacungkan tongkat sihir
meniup serpihan tanah menjadi hamburan permata bagi tuan dan nyonya
menjelma surga semu untuk jelata yang terlupakan

mimpiku di bumi etam adalah tanah yang berkeringat
dengan peluh yang bertimbun merayap di selokan kota
bercampur liur di ujung bibir membiru yang gusar
peluh dan liur itu kian membuncah
dan menjelma menjadi telaga hitam yang buram
dan jeritnya melolong perih, menghampiri kita di awal musim

dan, di ujung mimpiku
debu trotoar menghampiri dan membisikku satu rahasia:
di sini, tak pernah ada mimpi

maka semenjaknya, aku takut bermimpi di sini!

Samarinda, 9 Maret 2004