Bagian 4: Suramadu – Bangkalan – Kenjeran
Selasa, 14 Agustus 2012. Salah satu hal baru bagi kami di Surabaya dan ingin segera kami kunjungi adalah jembatan Suramadu. Beberapa destinasi baru, justru ada di luar Surabaya. Sejak pagi, kami telah bersiap. Kebetulan jalur ke Suramadu tak jauh dari rumah neneknya anak-anak. Dari arah Kapas Krampung belok kiri lurus sudah langsung ke arah Suramadu. Jembatannya memang eksotis. Sebenarnya kami tidak terlalu asing dengan jembatan panjang. Rata-rata jembatan di Kalimantan Timur juga panjang melintasi sungai Mahakam. Tapi tentu saja tidak sepanjang Suramadu yang hampir 6 km ini.
Setelah menyeberang, saya terus melajukan kendaraan membelah Madura. Tak ada destinasi khusus. Membaca petunjuk arah di pertigaan, saya memutuskan mengambil arah ke Bangkalan. Sepanjang perjalanan ke Bangkalan, saya sedikit menyesali ‘timing’ yang kurang pas. Sebagai penggemar masakan bebek, betapa gemasnya saya melihat banyaknya menu kuliner bebek di kiri kanan jalan. Dan bebek dingin tentu bukan pilihan menarik, andai kami memutuskan membeli untuk di makan saat buka puasa. Maka sayapun terus melaju ke Bangkalan.
Setelah mengitari kota kecil ini, kami memutuskan untuk singgah di Bangkalan Plaza. Sebuah pusat perbelanjaan yang cukup besar untuk ukuran sebuah kota kabupaten. Kami hanya ingin melihat-lihat saja. Istri saya masuk ke hypermat dan membeli beberapa kebutuhan yang mungkin kami perlukan di perjalanan selanjutnya. Anak-anak seperti biasa langsung sibuk berburu objek yang menarik. Mas Bram dan Bayu sudah langsung mengerubuti tempat hotwheels, membeli masing-masing satu, dan langsung mencobanya di arena yang kebetulan disediakan di bagian luar. Saya sendiri memilih untuk mengamati pengunjung. Ada hal yang sebenarnya sangat menarik. Di sini, modernitas dan kearifan lokal bertemu dalam paduan yang harmoni, walau mungkin bagi sebagian orang terasa tak lazim. Di pusat perbelanjaan besar ini, saya melihat beberapa pria muda mengantri di kasir dengan pakaian tradisional muslim: sarung, baju koko, dan kopiah.
Setelah merasa cukup di Bangkalan, kami menuju ke Surabaya kembali. Di benak saya berputar tentang urusan perekonomian. Tentu menarik untuk dikaji, bagaimana proses lonjakan psikologis perekonomian Madura setelah Suramadu dioperasikan. Transportasi yang dulu rumit, naik kapal penyeberangan, kini hanya ditempuh dalam beberapa menit. Tentu ini sangat memudahkan proses distribusi. Komoditi hasil pertanian dari arah Madura ke Surabaya, dan barang-barang industri dari Surabaya ke Madura.
Sore itu kami memutuskan untuk menutup hari di pantai Kenjeran. Ini adalah destinasi langganan kami setiap ke Surabaya. Istri saya sudah tak sabar membayangkan menikmati lontong kupang untuk buka puasa di pinggir pantai. Saya tidak benar-benar menyukai lontong kupang, paling mengambil sedikit di piring istri. Saya lebih memilih menikmati ikan bakar segar. Maka demikianlah, sore itu saat bedug maghrib mulai terdengar, kami menikmati buka puasa di Kenjeran, bersama angin laut dengan baunya yang khas. Senja masih meninggakan jejak merah di ujung laut. []