Mengukur menurunnya daya beli masyarakat pada era sekarang, tidak cukup dengan menyaksikan pusat berbelanjaan yang mulai sepi. Sebagian masyarakat telah memilih untuk belanja online. Maka harus dilihat juga berapa jumlah transaksi di pusat-pusat belanja online.
Apakah sudah cukup?
Tentu belum. Jangan abaikan para pedagang amatir, yang memilih berjualan online lewat media sosial. Jumlahnya tidak sedikit, dan tidak gampang mengukurnya. Pendekatan yang lebih masuk akal adalah melihat transaksi pengiriman barang di ekspedisi.
Apakah sudah cukup?
Belum juga. Tak sedikit juga transaksi online yang berlangsung dalam kota yang sama, yang order dilakukan online tetapi eksekusi dilakukan secara tertutup. Pembeli mengambil barang di alamat penjual, atau penjual mengantar barang ke alamat pembeli.
Tak hanya harus mengubah paradigma, alat-alat ukur dan metode dalam ekonomi juga harus menyesuaikan agar hasilnya akurat.
Potential demand dan juga minat calon konsumen, tidak bisa lagi hanya diukur dari jumlah pengunjung dalam pameran produk atau jasa. Tak semua orang menyukai kegembiraan jalan-jalan di tempat ramai. Para calon pembeli potensial itu banyak yang memilih mengurung diri di kamar, tapi seharian penuh mengevaluasi produk-produk yang serius akan dia beli.
**
Ini tak hanya soal jual beli, hal apapun di sekitar kita terus berubah. Demikianlah, kehidupan terus berubah, dan hanya perubahanlah yang akan abadi. Manusia bisa memilih sikap apa saja. Bisa menjadi batu yang tergerus dan tertinggal arus. Bisa memilih menjadi buih yang dilempar arus kemanapun menuju. Atau memilih berenang tenang mengikut arus, dengan pelampung dan kewaspadaan cukup.