Untuk suatu urusan, minggu lalu saya beberapa kali makan sahur di tempat yang sama di salah satu ruas jalan di Jakarta Barat. Rumah makan kecil, hanya menyediakan 3 meja, transaksinya lebih banyak melalui Go-Food. Sebenarnya yang dijual hanya 2 macam saja: ayam dan bebek, tapi yang dua bahan ini bisa menjadi menu hampir 3 halaman. Taste quality-nya moderat, harga merakyat. Tapi ada hal lain yang membuat saya datang beberapa kali ke situ. Barangkali ini adalah salah satu bentuk warung milenial. Melakukan branding dengan cara yang sungguh berbeda. Jika salah satu walikota Indonesia ada yang gemar membahas kata “jomblo”, maka tempat makan ini menggarap habis-habisan kata “mantan” untuk branding.

Diawali dengan gambar cewek berdiri, di sampingnya ada gambar cowok nyungsep di tempat sampah, lalu di bawahnya ada tulisan: buanglah mantan pada tempatnya. Selanjutnya, di seluruh dinding ruangan penuh bertabur tulisan tentang mantan.
# Mantan itu ditimbun, bukan dikubur. Kalau dikubur, pasti ada niat mau ziarah.
# Lupain mantan, move on. Balikan sama mantan, blo’on.
# Kenapa mantan-mantan gue masih pada idup ya? Katanya dulu gak bisa hidup tanpa gue.
# Kenapa mantan sulit dilupakan? Karena mantan itu singkatan manis di ingatan.
# Mantan itu bukan pahlawan, buat apa dikenang.
# Jika masa lalu adalah sejarah maka mantan adalah peninggalan sejarah.

Tak lupa di salah satu pojok ada poster Menteri Susi Pudjiastuti sedang duduk santai sambil jarinya menunjuk, disertai tulisan: sekali lagi posting tentang mantan, tenggelamkan.

Alhasil, kumpulan poster yang memenuhi seluruh dinding itu berhasil membuat saya senyum terus, dan menambah nikmat bebek goreng yang saya santap untuk sahur. Selamat datang di era kehidupan milenial.