Saat 15 menit menjelang pukul 11 malam, yang artinya jadwal kami bermain sudah akan habis, masih tersisa tiga anak muda yang penuh semangat. Si Nonik sudah mulai terkantuk, tapi semangat tanding tiga anak muda ini terlalu menggiurkan untuk ditinggal. Lagipula sudah beberapa kali saya tidak ikut karena berbenturan dengan jadwal ngluyur. Jadilah kami bertanding lagi. Rubber set pula. Di set terakhir tak ada yang berani memukul dengan tenaga keras, sebab tak satupun ingin ambruk di lapangan. Ketika akhirnya selesai juga, saya katakan pada mereka: Dik, usia saya memang sudah 45 tahun, tapi soal nafas tunggu dulu, 45 tahun juga sih. Walau klise, tapi guyonan di akhir tanding selalu menghibur. Kami pun bubar dengan janji untuk tanding lagi Jumat depan. Saat pulang, saya sepakat dengan Nonik untuk lewat jalan memutar melewati Air Hitam. Ada pengangkatan badan utama fly over. Kemarin sudah terangkat satu. Dan benar, saat kami lewat nampaknya baru saja nambah 1 lagi. Dua sudah naik, sisa dua lagi di bawah. Ini momen istimewa, sebab ini adalah fly over pertama di kota kami. Bentang tengahnya mencapai 60 meter. Media lokal menyebut bahwa ini bentang terpanjang di Indonesia. Saya tak terlalu yakin, tapi tak masalah. Sesekali memang hidup perlu diisi dengan kebanggaan-kebanggaan kecil. Asal tak membuat kita terjerembab. Sampai di rumah dan melirik berita televisi, saya baru sadar. Ternyata pengangkatan fly over Air Hitam berbarengan dengan wafatnya si Ratu Arsitektur Dunia, Zaha Hadid. Karya-karyanya yang spektakuler tentu akan terus menjadi bahan kajian dan diskusi. Ada yang menggelitik. Dunia masak memasak umumnya adalah dunia wanita. Namun ketika memasak telah menjadi urusan serius, misalnya juru masak di hotel bintang lima, umumnya akan ada di tangan seorang pria. Dunia arsitektur umumnya adalah dunia para pria. Namun ternyata tokoh arsitektur terbaik di jaman ini, ada di tangan seorang wanita.
Ah, ternyata saya belum juga mengantuk. Maka, Jumat malam ini masih akan panjang.