Jauh sebelum Industry 4.0 gencar disuarakan, beberapa perusahaan sudah mulai menyadari bahwa mereka telah melakukan kekeliruan. Mereka sadar bahwa sebenarnya mereka tidak perlu membayar pegawai hanya untuk memberikan informasi reguler seperti berapa sisa cuti karyawan, bagaimana status klaim medical, berapa sisa pinjaman, dsb. Daripada membayar pegawai, bukankah lebih efektif menyerahkannya ke komputer dan karyawan bisa mendapatkan informasi dengan lebih akurat dan cepat.
Dalam Industry 4.0, profesi “pemberi informasi” adalah salah satu pekerjaan yang manusia sudah harus mulai rela menyerahkannya kepada mesin. Industry 4.0 bukan tentang menghadirkan ketakutan, tetapi tentang bagaimana manusia hidup dengan lebih ideal di tengah kemajuan teknologi dan berpadunya ruang fisik dan virtual. Dampak dari menyerahkan profesi pemberi informasi kepada mesin memang akan besar dan menyebar ke berbagai aspek. Termasuk kepada para pengajar. Untuk sekedar tahu kapan seorang tokoh dilahirkan, kapan sebuah teknologi ditemukan, kapan perundingan tertentu terjadi, berapa luas negara A, dsb, para murid dengan mudah bisa mendapatkannya dengan mesin Google dibanding harus bertanya kepada pengajar. Lalu bagaimana nasib pengajar sejarah, geografi, dll, apakah akan hilang?
Tentu saja tidak. Mesin bisa lebih cepat memberi informasi berupa data akurat, tetapi tidak tentang bagaimana memetik nilai dari sebuah peristiwa atau informasi. Para pengajar bidang pemberi informasi tersebut harus bergeser fokus kepada “moral of the story” dari sebuah peristiwa. Soal value ini, sulit untuk diserahkan kepada mesin. Sederhananya, para pengajar sudah waktunya untuk menghindari fokus kepada hal-hal yang mudah digantikan Google, dan bergeser kepada analisis dan value dari informasi.
Profesi lain, sebenarnya juga sama. Sudah waktunya untuk menyadari bahwa pesaing terberat dalam profesi setiap orang bukanlah orang lain yang memiliki profesi sama, tetapi teknologi yang tersedia dan sedang dikembangkan. Dengan pemahaman ini, maka semestinya setiap orang harus mulai fokus kepada membangun kapasitas diri kepada kemampuan dan keahlian yang tidak mudah digantikan oleh mesin.